PAJAK DI INDONESIA - MAKALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak adalah iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung. Pajak mempunyai banyak golongan ataupun jenisnya, yang salah satunya yaitu pajak penghasilan (PPh). Seseorang ataupun badan yang mempunyai penghasilan pasti akan dipungut pajak dari penghasilan tersebut, oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui apa saja dan bagaimana perhitungan pajak penghasilan (PPh). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah, yaitu: 1. Apa yang terkandung dalam peraturan tentang pajak penghasilan ? 2. Bagaimana cara penghitungan pajak penghasilan menurut peraturan pemerintah ? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui Apa yang terkandung dalam peraturan tentang pajak penghasilan. 2. Untuk mengetahui Bagaimana cara penghitungan pajak penghasilan menurut peraturan pemerintah. 1.4 Manfaat 1. Sebagai media belajar dan tambahan wawasan bagi penulis. 2. Memberikan informasi bagi pembaca. 3. Dapat memahami atau menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh. 1.5 Metode Pencarian Materi Penulis dalam mencari materi menggunakan metode kajian pustaka yaitu mencari di internet. BAB II ISI 2.1 Pajak Penghasilan Badan 2.1.1 Pengertian Badan| Menurut Undang-Undang No. 28 tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, pasal 1 ayat 3. Badan adalah Sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha. 2.1.2 Pengertian Pajak Penghasilan Badan Pada pasal 1 UU Pajak Penghasillan, Pajak Penghasilan adalah Pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Badan seperti yang dimaksud dalam UU KUP. 2.1.3 Wajib Pajak Badan Wajib pajak badan seperti yang dimaksud pada UU KUP, meliputi pembayaran pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan UU Perpajakan atau memiliki kewajiban subjektif dan kewajiban objektif serta telah mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). a. Perseroan Terbatas (PT) b. Perseroan Komanditer (CV) c. Perseroan lainnya, d. Badan Usaha Milik Negara e. Badan Usaha Milik Daerah f. Firma g. Kongsi h. Koperasi i. Dana pensiun j. Persekutuan k. Perkumpulan l. Yayasan m. Organisasi massa n. Organisasi social politik o. Lembaga p. Bentuk badan lainnya q. Kontrak investasi kolektif r. Bentuk usaha tetap 2.1.4 Jenis Subjek Pajak Badan  Badan (Pusat dan Domisili)  Badan (Cabang)  Bentuk Usaha Tetap Bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada Indonesia tidak kurang dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usahan atau melakukan kegiatan di Indonesia. 2.1.5 Bukan Subjek Pajak Badan  Kantor Perwakilan Negara Asing.  Pejabat Perwakilan Diplomatik, dll  Organisasi-Organisasi Internasional.  Pejabat Organisasi Internasional.  Badan pemerintah yang memenuhi kriteria tertentu. 2.1.6 Objek PPh Badan a. Hadiah dari kegiatan, dan penghargaan. b. Laba usaha. c. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta. d. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak. e. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang. f. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. g. Royaliti atau imbalan atas penggunaan hak. h. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. i. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. j. Keuntungan selisih kurs mata uang asing. k. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. l. Premi asuransi. m. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggota yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. n. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak. o. Penghasilan dari usaha berbasisi syariah. p. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan. q. Surplus Bank Indonesia. 2.1.7 Bukan Objek PPh Badan a. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah. b. Harta hibahan yang diterima oleh badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi. c. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal. d. Dividen atau bagian laba yg diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dg syarat tertentu. e. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai. f. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. g. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif. h. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia. i. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 2.2 Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25) Wajib Pajak (WP), baik berupa Orang Pribadi atau pun Badan yang melakukan suatu kegiatan usaha dikenai Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 berupa angsuran PPh tiap bulannya. Keterlambatan, baik dalam menyetor maupun melapor, dapat dikenai sanksi sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku. 2.2.1 Pengertian PPh Pasal 25 Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25) adalah pembayaran Pajak Penghasilan secara angsuran. Tujuannya adalah untuk meringankan beban Wajib Pajak, mengingat pajak yang terutang harus dilunasi dalam waktu satu tahun. Pembayaran ini harus dilakukan sendiri dan tidak bisa diwakilkan. 2.2.2 Perhitungan PPh Pasal 25 Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan (tahun pajak berikutnya setelah tahun yang dilaporkan di SPT tahunan PPh) dihitung sebesar PPh yang terutang pajak tahun lalu, yang dikurangi dengan :  Pajak penghasilan yang dipotong sesuai Pasal 21 (yaitu sesuai tarif pasal 17 ayat (1) bagi pemilik NPWP dan tambahan 20% bagi yang tidak memiliki NPWP) dan Pasal 23 (15% berdasarkan dividen, bunga, royalti, dan hadiah - serta 2% berdasarkan sewa dan penghasilan lain serta imbalan jasa) - serta pajak penghasilan yang dipungut sesuai pasal 22 (pungutan 100% bagi yang tidak memiliki NPWP);  Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai pasal 24; lalu dibagi 12 atau total bulan dalam pajak masa setahun. 2.2.3 Tarif PPh Pasal 25 Terdapat dua (2) jenis pembayaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25) untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP), yaitu : a. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP – OPPT), yaitu yang melakukan usaha penjualan barang, baik grosir maupun eceran, serta jasa – dengan satu atau lebih tempat usaha. PPh 25 bagi OPPT = 0.75% x omzet bulanan tiap masing-masing tempat usaha. b. Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (WP – OPSPT), yaitu pekerja bebas atau karyawan, yang tidak memiliki usaha sendiri. PPh 25 bagi OPSPT = Penghasilan Kena Pajak (PKP) x Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh (12 bulan).  Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh adalah : Sampai Rp 50.000.000 = 5% Rp 50.000.000 – Rp 250.000.000 = 15% Rp 250.000.000 – Rp 500.000.000 = 25% Di atas Rp 500.000.000 = 30% Pembayaran angsuran PPh 25 untuk Wajib Pajak Badan yaitu = Penghasilan Kena Pajak (PKP) x 25% (Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh). 2.2.4 Batas Waktu Pembayaran PPh Pasal 25 Misalnya: untuk bulan Februari 2014, angsuran PPh 25 harus dibayar paling lambat 15 Maret 2014. Jika batas waktu penyetoran jatuh pada hari libur (termasuk Sabtu, Minggu, hari libur nasional, dan Pemilihan Umum), maka pembayaran masih dapat dilakukan pada hari berikutnya – sesuai Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan No.184/PMK.03/2007, yang kemudian diubah lagi sesuai Peraturan Menteri Keuangan No.80/PMK.03/2010. Sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2008 pada 21 Mei 2008, pembayaran harus dilakukan dengan membawa Surat Setoran Pajak (SSP) atau dokumen sejenisnya. Untuk melakukan setoran pajak, Anda harus membuat ID Billing terlebih dahulu. OnlinePajak menyediakan layanan pembuatan ID Billing secara online yang mudah, cepat dan akurat. 2.2.5 Sanksi-Sanksi Keterlambatan Pembayaran PPh Pasal 25 Apabila Wajib Pajak (WP) terlambat membayar, maka WP akan dikenai bunga sebesar 2% per bulan, dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran. Misalnya: untuk bulan Februari 2014, WP terlambat dan baru membayarnya pada 16 Maret. Sesuai Pasal 9 ayat (2a) UU KUP, WP dikenai bunga 2%. Online Pajak adalah aplikasi hitung, setor dan lapor pajak menyediakan kemudahan dalam membuat laporan PPN, PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 21 yang Anda butuhkan sebelum membuat laporan Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25). 2.3 PPh Tidak Final 2.3.1 Pengertian PPh Tidak Final PPh Tidak Final merupakan pajak penghasilan yang tidak langsung dikenakan saat menerima objek atau sumber penghasilan tertentu, pajak penghasilannya diakumulasikan selama 1 tahun pajak dan dihitung secara berlapis. 2.3.2 Jenis-Jenis Penghasilan yang Dikenakan PPh Tidak Final 1. PPh pasal 2, kecuali atas penghasilan yang diterima PNS selain penghasilan teratur yang bersumber dari APBN/APBD. 2. PPh pasal 22, kecuali atas penyerahan migas oleh PT Pertamina. 3. Pasal 23 4. Pasal 24 5. Pasal 25 2.3.3 Tarif dan Pemotongan PPh Tidak Final a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta = 2% x jumlah bruto b. Imbalan yang berkenaan dengan pekerjaan atau jasa = 2% x jumlah bruto c. Dividen, bunga, royalty = 15% x jumlah bruto 2.3.4 Penggolongan pasal-pasal kedalam PPh final dan PPh tidak final a. PPh pasal 21 merupakan PPh tidak final. Karena dihitungnya diakumulasikan terlebih dahulu. b. PPh pasal 22 merupakan PPh tidak final. PPh pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik pusat maupun daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga tinggi lainnya. Contoh : barang impor. c. PPh pasal 23 merupakan PPh tidak final. Objek PPh pasal 23 yaitu penghasilan yang dibayar atau terutang kepada Bank, sewa yang dibayar sehubungan dengan guna usaha, dividen, bunga obligasi, bunga tabungan, penghasilan jasa. d. PPh pasal 24 merupakan PPh tidak final. Objek PPh pasal 24 yaitu Penghasilan yang terutang atas seluruh wajib pajak diluar negeri yaitu penghasilan yang terdapat dalam usahanya diluar negeri. e. PPh pasal 25 merupakan PPh tidak final. Objek PPh pasal 25 yaitu angsuran pajak yang terutang diluar dengan yang ditetapkan oleh SPT (Surat Pemberitahuan). 2.3.5 Perbedaan Pajak Penghasilan yang bersifat Final dan Tidak Final a. Pajak Penghasilan dihitung dari Penghasilan netto yaitu penghasilan bruto ± biaya-biaya untuk memperoleh, menagih dan memelihara penghasilan Pajak Penghasilan dihitung dari penghasilan bruto tanpa memperhitungkan biaya-biaya untuk memperoleh, managih dan memelihara penghasilan. b. Dikenakan tarif umum progressif (Pasal 17 UU PPh) Dikenakan tarif dan dasar pengenaan pajak tertentu yang diatur dengan Peraturan Pemerintah atau KepMen. c. Jumlah PPh yang dipotong pihak lain atau dibayar sendiri dapat dikreditkan pada SPT Tahunan Jumlah PPh yang dipotong pihak lain atau dibayar sendiri tidak dapat dikreditkan pada SPT Tahunan 4 biaya-biaya untuk memperoleh, menagih dan memelihara penghasilan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto biaya-biaya untuk memperoleh, menagih dan memelihara penghasilan tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto 5 Dalam keadaan rugi Wajib Pajak tidak membayar Pajak Penghasilan bahkan kerugian tersebut dapat dikompensasikan hingga ke 5 (lima) tahun pajak berikutnya. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Wajib pajak badan dan pajak penghasilan badan merupakan bagian yang sangat kompleks dalam perpajakan. Baik dari segi macam-macam usaha yang termasuk badan dalam pengertian pajak maupun cara penghitungan pajak penghasilan itu sendiri. Begitu juga dengan hak dan kewajiban dari wajib pajak badan. Kewajiban menyelenggarakan pembukuan bagi wajib pajak badan tanpa memandang omzet karena wajib pajak badan dirasa telah terbentuk dalam suatu organisasi yang terarah sehingga mampu menyelenggarakan pembukuan perpajakan. 3.2 Saran Pembaca di harapkan tidak hanya mendapatkan pengetahuan atau wawasan dari makalah kami, tetapi pembaca juga mencari pengetahuan atau wawasan dari buku-buku, artikel dan lain-lain. Supaya pembaca dapat lebih luas lagi menambah pengetahuan. DAFTAR PUSTAKA http://ashfaq-solution.blogspot.co.id/2012/10/tentang-pajak-penghasilan-badan-non.html http://binajasakonsultanpajak.blogspot.co.id/2012/11/pajak-penghasilan-pengertian-pajak.html http://fajriarifwibawa.blogspot.co.id/2015/04/makalah-perpajakan-pajak-penghasilan.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TARI TOKECANG

Tari manuk dadali makalah

Harga Perolehan Dan harga Penjualan - Pajak